free counters
Free counters

Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)

Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brazil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahama, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka,Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Diantara sekian banyak negara produsen, Brazil, Kenya dan India merupakan negara pemasok utama jambu mete dunia.

Jambu mete tersebar diseluruh nusantara dengan nama berbeda-beda. Di Sumatera Barat (jambu erang/jambu monyet), di Lampung (gayu), di Jawa Barat (jambu mede), di Jawa Tengah dan Jawa Timur (jambu monyet), di Bali (jambu jipang/jambu dwipa) dan di Sulawesi Utara (buah yaki). Jambu mete mempunyai puluhan varietas, diantaranya ada yang berkulit putih, merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau.

Lanjutkan membaca

Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Cengkeh termasuk jenis tmbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah. Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut.

Lanjutkan membaca

PETUNJUK PRAKTIS BUDIDAYA ULAT SUTERA

PENDAHULUAN

Persuteraan Alam sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan oleh penduduk Indonesia. Mengingat sifat dan menfaatnya, maka Pemerintah melalui Departemen Kehutanan berupaya membina dan mengembangkan kegiatan persuteraan alam tersebut.

Budidaya ulat sutera dimaksudkan untuk menghasilkan benang sutera sebagai bahan baku pertekstilan. Untuk melaksanakan pemeliharaan ulat sutera, terlebih dahulu dilakukan penanaman murbei, yang merupakan satu-satunya makanan (pakan) ulat sutera, Bombyx mori L.

Manfaat kegiatan persuteraan alam sebagai berikut :

  • Mudah dilaksanakan dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat;
  • Memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat khusunya di pedesaan;
  • Memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya;
  • Mendukung kegiatan reboisasi dan penghijauan.

Guna mendukung pengembangan kegiatan persuteraan alam, maka tulisan ini ditujukan sebagai petunjuk praktis budidaya ulat sutera.

Lanjutkan membaca

TEMU LAPANG KOPI 2011

Temu Lapang Kopi 2011 akan diselenggarakan di Pusat Penelitian Kopi  dan Kakao Indonesia di Jember, tanggal 15 – 16 Juni 2011.
Bagi peserta yang berminat ditawarkan kunjungan lapang ke Kebun Percobaan Andungsari (Bondowoso) tanggal 15 Sehubungan dengan keterbatasan tempat, jumlah peserta kunjungan lapang ke Kebun Percobaan Andungsari ibatasi hanya untuk 75 peserta.
Untuk itu bagi peserta yang berminat dimohon melakukan pendaftaran secepatnya.
M A T E R I
Materi yang akan ditampilkan dalam Temu Lapang Kopi 2011 diuraikan sebagai berikut:
Lanjutkan membaca

Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) TEBU

1. Pengertian Zat Pemacu Kemasakan (ZPK)
    Zat Pemacu Kesehatan (ZPK) pada tebu atau caneripener merupakan suatu
    bahan kimia yang dapat mempercepat kemasakan tebu, yaitu suatu mekanisme
    dimana hasil fotosintesa dalam bentuk sukrosa disimpan dalam tebu. Penggunaan
    ZPK biasanya ditujukan pada tebu yang secara fisiologis belum masak atau
    mengalami penundaan kemasakan akibat berbagai faktor seperti kondisi tanah
    kelebihan air dan kebanyakan pupuk nitrogen (N).
    Percepatan proses kemasakan pada akhirnya akan berdampak terhadap
    rendemen atau perolehan gula. Namun demikian, pemberian ZPK tidak bisa
    meningkatkan rendemen diatas batas optimum yang dihasilkan tebu secara
    alamiah. Bila secara alami suatu varietas tebu memiliki potensi rendemen 10%
    pada umur 12 bulan, maka pemberian ZPK tidak akan menyebabkan rendemen
    menjadi lebih dari 10%. ZPK diperlukan pada saat awal giling, terutama pada
    hamparan tebu dengan komposisi kemasakan kurang baik atau didominasi oleh
    varietas masak tengah dan masak akhir. 
    Pada awal musim giling dibutuhkan tebu masak awal relatif banyak, sementara
    tebu varietas masak awal terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya
    diaplikasikan ZPK. Sebenarnya secara alamiah kemasakan tebu bisa dipercepat
    dengan cara mengeringkan tanah, menurunkan suhu sekitar perakaran,
    membuat tanaman stres (kekurangan) hara atau memperpendek penyinaran
    matahari. Akan tetapi, cara-cara tersebut relatif sulit dilakukan dan perlu waktu
    relatif panjang. Iklim tropika seperti tanah di Indonesia sangat bertentangan
    dengan kondisi yang dibutuhkan untuk proses pemasakan tebu secara alami.
    Alternatif yang paling efektif adalah dengan menggunakan ZPK.

Lanjutkan membaca

Optimalisasi Penggunaan Varietas Tebu

Produktifitas tebu merupakan hasil interaksi antara genotipe dengan phenotipe. Sifat genotipe merupakan sifat intern karakteristik potensi yang dimiliki varietas, seperti rendemen tinggi, tahan kekeringan, diameter besar, tahan keprasan dan lain-lain yang menunjukkan jati diri varietas yang bersangkutan. Sedangkan phenotipe merupakan kondisi lingkungan dimana tanaman tumbuh, seperti iklim, kesuburan tanah, drainase, ketersediaan air dll.
Untuk mendapatkan produktivitas tinggi salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah menggunakan varietas dengan potensi produktivitas tinggi, baik bobot maupun rendemen. Tentunya harus disesuaikan antara varietas dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya, karena produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh sinergitas kemampuan suatu varietas dan pengelolaan lingkungan tempat tumbuhnya.
A. Pemilihan Varietas Tebu
    Dalam hal pemilihan varietas dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan
    hal-hal sebagai berikut:
    1. Kebenaran Varietas
        Kegagalan produksi salah satu penyebabnya adalah salah memilih varietas, hal
        ini disebabkan karena kurangnya kemampuan atau ketidaktahuan para praktisi
        pertebuan mengenai varietas sehingga harus dibayar mahal seperti
        membongkar ulang tanamannya, pengeluaran biaya, tenaga yang cukup besar
        disamping kerugian waktu.
        Oleh karena itu kebenaran varietas harus dikuasai, dipahami, dimengerti dan
        diyakini oleh praktisi dengan berbagai cara yaitu melalui pelatihan perbenihan,
        membaca buku atau mencari informasi sesama koleganya atau para penyuluh
        pertanian.

Lanjutkan membaca

Pemupukan Berimbang Dengan Pupuk NPK Plus Organik

Pemupukan berimbang dimaksudkan sebagai penambahan pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara yang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan hara tanaman, untuk meningkatkan produksi dan kualitas komoditas produksi.
Pemupukan berimbang dengan menggunakan pupuk NPK merupakan langkah yang bijaksana karena lebih mudah penggunaannya dan efektif dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk majemuk NPK dengan penambahan unsur organik akan lebih meningkatkan efisiensi pemupukan, karena disamping sebagai penyedia unsur mikro juga memiliki fungsi untuk memperbaiki struktur tanah sehingga produktivitas tanaman meningkat.  
Adapun manfaat unsur hara diantaranya yaitu:
1. Unsur hara Nitrogen (N)
    * Merangsang pertumbuhan vegetatif
    * Membantu tanaman lebih hijau
    * Menambah kandungan protein
    * Mempercepat perbanyakan sel-sel tumbuh
2. Unsur hara Phospor (P)
    * Merangsang pertumbuhan akar
    * Memperbaiki titik tumbuh tanaman
    * Mempercepat masa panen
3. Unsur hara Kalium (K)
    * Merangsang pertumbuhan fase awal
    * Memperkuat tegaknya batang
    * Menambah daya tahan terhadap hama dan penyakit

Lanjutkan membaca

Perlebahan Di Indonesia

1. Pengertian Umum
    Perlebahan adalah suatu rangkaian kegiatan pemanfaatan lebah  madu dan
    vegetasi penunjangnya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
    bagi kepentingan hidup manusia dengan tetap menjaga aspek kelestariannya.
    Di Indonesia dikenal ada 6 jenis lebah madu yaitu:
    a. Apis dorsata (lebah hutan, tawong gung, odeng)
    b. Apis Cerana (tawon madu, lebah madu, nyiuran)
    c. Apis florea (lanceng, lebah kecil)
    d. Apis andreniformis (lebah kecil)
    e. Apis koschevnikovi (lebah merah)
    f. Apis mellifera (lebah unggul, lebah import) 
    Masyarakat Indonesia khususnya di Jawa dan Bali sejak dahulu telah terbiasa
    membudidayakan lebah lokal Apis cerana dengan menggunakan glodog atau
    periuk tanah. Lebah ini dapat menghasilkan madu 5-20 kg/koloni/tahun dan
    populasinya di Indonesia diperkirakan lebih dari 60.000 koloni. Sedangkan
    di luar Jawa, masyarakat lebih terbiasa mengadakan pemungutan madu lebah
    hutan Apis dorsata, hasil madu yang diperoleh 20-100 kg/koloni/tahun. Jumlah
    populasi belum diketahui secara pasti.

Lanjutkan membaca

Teknik Budidaya Lebah Madu

Budidaya lebah madu sudah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia. Secara tradisional kegiatan budidaya lebah madu ini banyak kita temui di pelosok pedesaan di pulau Jawa dan Bali sebagai kegiatan sampingan usaha tani mereka dengan menggunakan glodok dan periuk tanah. Pada masa kini kegiatan budidaya lebah madu semakin meningkat dan telah mendapat perhatian dari berbagai pihak baik dari pemerintah maupun swasta. Berdasarkan jenis lebahnya, budidaya lebah madu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu lebah madu jenis lokal seperti Apis cerana dan lebah madu jenis unggul seperti Apis mellifera. Selain madu sebagai produk utama, hasil dari budidaya lebah madu juga menghasilkan berbagai produk sekunder semisal Bee swax, Bee venon, Bees (grood) dan Royal Jelly yang mempunyai potensi nilai ekonomi yang cukup menjanjikan.

Teknik Dalam Budidaya Lebah Madu

Pengembangan dan pengusahaan perlebahan dapat menggunakan pola sebagai berikut:
1. Pola usaha perlebahan rakyat
2. Pola perusahaan budidaya lebah

Lanjutkan membaca